Kediri, panjalu.online – Proses pengisian perangkat desa di Desa Sukoharjo, Kecamatan Plemahan, Kabupaten Kediri, tengah menjadi sorotan setelah muncul dugaan praktik jual beli jabatan. Dua posisi strategis yang diisi dalam rekrutmen kali ini adalah Kepala Dusun Sukoharjo Wetan dan Kepala Dusun Ringinsari Wetan. Namun, proses seleksi yang seharusnya berjalan transparan dan objektif diduga kuat disusupi praktik transaksional yang melanggar hukum.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari beberapa sumber terpercaya di lingkungan desa, terdapat dugaan bahwa sejumlah calon rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar — mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah — demi bisa lolos dan menduduki jabatan tersebut.
“Isu ini sudah santer sejak proses penjaringan dimulai. Katanya ada calon yang bayar ratusan juta ke oknum tertentu agar bisa lolos,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya, Kamis (18/4).
Masyarakat Desa Sukoharjo pun mulai mempertanyakan transparansi dan integritas proses seleksi yang dilakukan oleh panitia pengisian perangkat desa. Sejumlah warga menyebut adanya kejanggalan dalam tahapan ujian dan wawancara yang diduga hanya formalitas belaka.
Jika dugaan ini benar adanya, maka praktik tersebut telah melanggar hukum dan dapat dijerat dengan sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, disebutkan:
“Setiap orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud agar pegawai negeri tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.”
Selain itu, dalam Pasal 418 KUHP, disebutkan:
“Pegawai negeri yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi supaya ia melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, diancam pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan.”
Jika dalam proses penyelidikan terbukti adanya transaksi suap atau gratifikasi, baik penerima maupun pemberi bisa dikenai sanksi hukum. Tindakan semacam ini tidak hanya merugikan keuangan negara dan integritas pemerintahan desa, tapi juga merusak kepercayaan publik terhadap proses demokrasi lokal.
Sejumlah pihak mendesak agar aparat penegak hukum, khususnya Inspektorat Kabupaten Kediri, Polres Kediri, serta Kejaksaan Negeri Kabupaten Kediri, segera turun tangan melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap dugaan praktik jual beli jabatan ini.
“Kalau dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Pemerintah desa harus bersih dan proses rekrutmen perangkat harus profesional, bukan transaksional,” kata salah satu tokoh masyarakat setempat.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Desa Sukoharjo maupun Panitia Pengisian Perangkat Desa belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan tersebut. Masyarakat berharap kasus ini segera mendapat perhatian serius dari pemerintah kabupaten dan aparat hukum demi menjaga marwah pemerintahan desa yang bersih, transparan, dan akuntabel.(RED.Y)
Post a Comment